Jumat, 13 April 2012

ABU AYYAS TOLAK PEMBUBARAN FPI


Pekalongan - Gelombang desakan untuk membubarkan Front Pembela Islam (FPI) semakin hari semakin gencar, yang datangnya dari berbagai elemen masyarakat yang tergabung dalam berbagai organisasi kemasyarakatan (ormas).
Seperti di Kota dan Kabupaten Pekalongan, berbagai elemen masyarakat seperti Garda Bangsa, GP Anshor, PMII, Pagar Nusa, Banser, Baurekso, KMKB sebagai wadah masyarakat, sepakat mendesak aparat keamanan untuk segera membubarkan FPI, karena dinilai, tindakannya selama ini telah menodai perjuangan Islam, seperti halnya kekerasan yang terjadi pada insiden Monas tanggal 1 Juni yang lalu.
Ketua KMKB Pekalongan, M. Zakaria mengatakan, bahwa selama  ini FPI melakukan tindakan kekerasan dalam menghadapi permasalahan umat. ”Selama ini FPI melakukan tindakan kekerasan dengan mengatasnamakan Islam, karena sebenarnya Islam bukan hanya milik FPI, akan tetapi sebagai agama yang membawa kedamaian dan sebagai agama pembawa rahmat bagi alam semesta. Untuk itu, kami mendesak kepada aparat keamanan untuk dapat menindak tegas, bila ada organisasi yang mengatasnamakan Islam, apapun nama organisasinya, yang melanggar koridor hukum”, terang Zakaria.
Menurutnya, ajaran agama manapun tidak mengajarkan kekerasan, apalagi Islam adalah agama pembawa perdamaian dan pemberi rahmat bagi umat sedunia. ”Jadi yang namanya amar ma’ruf nahi munkar bukan identik dengan kekerasan. Sebagai umat Islam mestinya dapat melindungi umat yang lainnya dan harus dapat memberikan rasa aman, jangan malah sebaliknya memberi rasa takut yang nantinya berdampak pada masalah ekonomi dan sebagainya. Untuk itu diharapkan kepada aparat keamanan untuk segera membubarkan FPI”, tegas Zakaria. 
Sementara itu, Ketua DPW FPI Pekalongan, Abu Ayyas menanggapi adanya desakan beberapa elemen masyarakat untuk segera membubarkan diri mengatakan, bahwa FPI adalah milik umat. ”Jadi yang berhak membubarkan FPI adalah umat. Lagi pula, apa alasanya mengapa FPI harus dibubarkan ?, Kalau alasannya kekerasan yang dilakukan FPI, sebenarnya semua pihak punya potensi untuk melakukan kekerasan. Ini tidak adil”, tegas Abu Ayyas ketika dihubungi beberapa waktu lalu.
Dikatakan Ayyas, bahwa didalam Islam mempunyai sistem nilai  yang tentunya  dilengkapi dengan sistem pertahanan untuk melindungi  diri dan mengawal misi yang harus diemban. ”Jangankan agama  Islam, institusi seperti kepolisian atau militer sebagai institusi hankam tentunya dilengkapi dengan perangkat kekerasan dan kapan kekerasan tidak boleh digunakan, karena ibarat sebuah terapi, seorang dokter mempunyai dua terapy dalam menghadapi penyakit pasien yang tergantung dari jenis penyakitnya. Bagi penyakit yang cukup disembuhkan dengan obat-obatan, maka akan dilakukan terapy konvensional atau moderat, sebaliknya bagi penyakit yang sudah kronis, maka akan dilakukan dengan terapy bedah, operasi atau bahkan diamputasi atau dengan kata lain terapy radikal”, terangnya.
Lebih jauh dikatakan, bahwa orang yang mengatakan Islam anti kekerasan berarti tidak memahami karakter syariat Islam, tetapi yang benar adalah Islam mengelola kekerasan. ”Artinya tidak semua permasalahan umat bisa diselesaikan dengan da’wah bil ma’ruf, akan tetapi adakalanya juga ’nahi anil mungkar’ yang beresiko kekerasan dan kekerasan semacam ini yang dibolehkan dalam Islam selama syarat rukunnya terpenuhi, seperti dalam jihad dengan konsekwensinya membunuh atau dibunuh, KILL OR TO BE KILL”, tegasnya.
Dijelaskan bahwa, pemahaman seperti diatas jarang tersampaikan dengan baik kepada umat. Umat banyak memahami Islam secara parsial bahkan sebagiannya lagi menyimpang seperti Ahmadiyah. ”Dalam kondisi tatanan umat semacam ini wajar jika kemudian syariat Islam ditolak umat sendiri, poligami dihujat, nahi munkar diprotes, lokalisasi dan perjudian dimana-mana. Aparat saja tidak sanggup untuk menuntaskan masalah ini, bahkan ada oknum yang inklud didalamnya. Disinilah peran masyarakat untuk melakukan bela Negara untuk menegakkan hukum termasuk didalamnya FPI”, pungkas Abu Ayyas. (AR/3)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar