Selasa, 10 April 2012

Nelayan Panen Kerang, Pemulung Panen Rongsokan

Laut memang tak pernah memusuhi kaum nelayan. Dibalik cuaca buruk gelombang tinggi membadai, warga kampung nelayan di pesisir Batang tetap bisa menikmati limpahan rejeki dari dasar laut Jawa. Seperti apa ?

Laporan : Didik Teguh R, Batang

Cuaca buruk dan gelombang tinggi  belakangan ini, memang membuat  para nelayan pesisir Batang terpaksa harus menyandarkan kapal-kapal mereka di muara sungai Sambong, persisnya di TPI Klidang Lor. Namun, tak semua nelayan menganggur. Sebagian tetap bekerja memperbaiki  kapal dan peralatan melaut. Ada juga yang sementara alih profesi jadi buruh serabutan. Tapi, banyak juga yang tetap ke laut. Bukan mencari ikan, tapi berburu kerang di pesisir, kepiting di rawa maupun barang barang bekas.

Seperti yang tampak di pesisir Pantai Sigandu sepekan terakhir ini. Nyaris tiap hari ratusan warga nelayan berburu kerang. Enaknya, mereka tinggal memunguti jutaan kerang-kerang yang terbawa ombak ke pesisir. Saking banyaknya kerang yang terbawa ombak, ada juga warga yang membawa mobil pik up untuk mengangkut kerang-kerang itu.

Kebanyakan warga berbekal karung dan kantong plastik besar. Usai shubuh, mereka berlomba ke pesisir Pantai Sigandu berombongan. Banyak juga yang mengajak anak istrinya. Mereka tinggal menyusuri pesisir pantai untuk memunguti kerang-kerang yang terbawa ombak. Lokasi paling diminati dekat pier penahan gelombang. Sebab, disitu terdapat banyak kerang kerang besar.
“Sudah tiga hari ini saya nyari kerang Mas. Lumayan sih. Sebagian bisa dijual, sisanya buat lauk sekeluarga,” ujar Suripno, 45 nelayan Klidang Lor.
Tiap kilogram kerang, bisa laku Rp 5 sampai Rp 7 ribu. Kalau sudah dikupas, harganya bisa Rp 12 ribu per kilogram. Para nelayan yang datang pagi buta mencari kerang, hingga pukul 09.00, bisa mendapat sekarung kerang yang beratnya 25 sampai 40 an kilo. Namun, tentu saja ada yang beruntung mendapat banyak, ada pula yang sekedar cukup untuk lauk sekeluarga. Yang jelas, meski bersaing berebut mencari kerang, mereka tetap ceria dan damai. Namun, bagi kalangan nelayan, tidak bisa tiap hari mencari kerang. Sebab, kerang hanya muncul pada musim tertentu. Misalnya ketika gelombang tinggi pekan ini. Setidaknya, kemunculan kerang kerang itu bisa menyelamatkan dapur nelayan.
Sedangkan Slamet, 51 warga Denarsi Wetan lebih suka mencari kepiting dirawa-rawa. Mirip dengan kerang, kepiting juga banyak bermunculan ditengah cuaca buruk. Jika beruntung, dalam sehari Slamet bisa mengumpulkan minimal 2 kilogram kepiting.
“Saya jual ke warga perumahan, perkilogram Rp 40 sampai Rp 50 ribu. Lumayan, sepekan ini banyak kepiting dirawa.  Tapi tak setiap hari begini, kadang tiga hari Cuma dapat sekilo saja,” beber Slamet.

Beda lagi dengan Dasmojo, 50 warga Depok Tulis yang rela berjalan kaki ke Sigandu sejauh sekitar 7 kilometer. “Kalau saya tidak mencari kerang Mas. Saya lebih suka mencari barang rongsokan. Kerang hanya tambahan. Syukur syukur nemu perhiasan,“ tutur Dasmojo sembari membalik balikan tumpukan sampah di dekat tembok pier.
Pria yang sehari hari jadi pemulung  itu mengaku pernah menemukan 2 buah kalung. Sayang, perhiasan yang dikira emas itu ternyata terbuat dari tembaga. “Tapi lumayan lah, yang penting laku,” ujar sembari memamerkan sekarung barang rongsokanya. Selain Dasmojo, banyak juga pemulung yang memanfaatkan kesempatan ini untuk berburu barang rongsokan.
Memang, gelombang tinggi membawa kerang bercampur sampah sampah dari laut ke pesisir. Akibatnya, sepanjang pesisir Sigandu tampak kotor sekali. Banyak barang barang bekas dan rongsokan. Para pencari kerang harus tekun membolak balikan sampah untuk memunguti kerang-kerang. Tentunya kehadiran para pencari rongsokan itu cukup membantu mengurangi sampah sampah di OW Sigandu. Begitu juga para ibu nelayan yang mengumpulkan kayu-kayu, ranting pepohonan untuk kayu bakar. Cukup banyak juga. Lumayan ketimbang harus membeli kayu bakar. Setidaknya, dibalik tumpukan sampah itu ada rejeki untuk mereka yang mau bekerja keras. (****)   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar